PENJELASAN PASAL 156 Juncto 156a KUHP
Misalnya saja tentang kejahatan terhadap ketertiban umum sebagaimana Pasal 156 KUHP yang menyebutkan bahwa “Barangsiapa menyatakan di muka umum perasaan kebencian atau penghinaan terhadap sesuatu atau beberapa golongan isi negara Republik Indonesia dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya empat tahun atau denda sebanyak-banyaknya empat ribu lima ratus rupiah”.
Menurut R. Sugandhi,
SH (1981 :166-167) dalam bukunya “KUHP dan Penjelasannya” bahwa kata “golongan”
dalam pasal ini dan pasal berikut berarti tiap-tiap bagian isi negara Republik
Indonesia yang berbedaan dengan suatu atau beberapa bagian isi negara lain
karena ras-nya, negeri asalnya, agamanya, tempat asalnya, keturunannya,
kebangsaannya atau kedudukannya menurut hukum tata negara.
Menurutnya, pasal ini hampir sama dengan isi Pasal 154 KUHP,
hanya saja bedanya kalau Pasal 154 KUHP rasa kebencian atau penghinaan itu
ditujukan kepada pemerintah Republik Indonesia, akan tetapi pada pasal ini
bahwa rasa kebencian atau penghinaan tersebut ditujukan kepada sesuatu atau
beberapa golongan penduduk Indonesia.
Golongan penduduk Indonesia tersebut terdiri dari Golongan
kebangsaan (misalnya Eropa, Cina, Jepang, Indonesia, dsb), Golongan Agama
(misalnya Islam, Kristen, Katolik, Buddha, Hindu, Konghucu, dst), dan Golongan
suku (misalnya Jawa, Madura, Bali, Minangkabau, Batak, Dayak, Sunda, dll).
Selanjutnya, mengenai Pasal 156a KUHP yang menyebutkan
“Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan
sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan: (a) yang
pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu
agama yang dianut di Indonesia; (b) dengan maksud agar supaya orang tidak
menganut agama apapun juga, yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Pasal 156a KUHP merupakan pasal tambahan dari UU No. 1 Pnps
Tahun 1965 (Lembaran Negara Nomor 3 Tahun 1965). Pasal 1 UU No. 1 Pnps Tahun
1965, menjelaskan bahwa melarang kepada setiap orang supaya tidak menceritakan,
mengajarkan atau mengusahakan dukungan umum, untuk melakukan penafsiran tentang
sesuatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan
keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan dari agama itu, secara
sengaja di muka umum, sedangkan penafsiran dan kegiatan-kegiatan itu menyimpang
dari pokok-pokok ajaran agama tersebut.
Bagi siapa yang melawan ketentuan tersebut dalam Pasal 1 UU
No. 1 Pnps Tahun 1965, akan diberi peringatan keras dan diperintahkan untuk
menghentikan perbuatan itu di dalam suatu keputusan bersama Menteri Agama,
Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri. Selanjutnya, bahwa apabila pelanggaran
tersebut dalam Pasal 1 UU a quo
dilakukan oleh organisasi atau sesuatu aliran kepercayaan, maka setelah
mendapat pertimbangan dari Menteri Agama, Jaksa Agung, dan Menteri Dalam
Negeri, Presiden Republik Indonesia dapat membubarkan organisasi itu dan
menyatakan organisasi atau aliran tersebut sebagai arganisasi atau aliran
terlarang. Kemudian, apabila setelah diperingatkan dengan keras dan
diperintahkan untuk menghentikan perbuatan itu oleh suatu keputusan bersama
antara Menteri Agama, Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri dan Presiden
Republik Indonesia menyatakan, bahwa organisasi atau aliran kepercayaan itu
sebagai organisasi atau aliran kepercayaan yang terlarang atau dibubarkan,
masih saja melanggar ketentuan sebagaimana tersebut dalam Pasal 1 UU a quo, maka orang, anggota dan pengurus
dari organisasi/aliran kepercayaan itu, dituntut menurut Pasal 156a KUHP.
Salam Law Enforcement ! Semoga Bermanfaat.
Sumber : R. Sugandhi, 1981, KUHP dan Penjelasannya, (Surabaya : Usaha Nasional Offside
Printiing).
Komentar