Langsung ke konten utama

Makalah Hukum Dagang

BAB  I
PENDAHULUAN

1.1     Latar Belakang
Dalam dunia era globalisasi, hakekat suatu negara akan selalu mengalami perubahan yang sangat statis mengiringi suatu perubahan waktu tertentu. Dengan adanya perkembangan zaman tersebut tidak bisa di pungkiri bahwa hukum, ekonomi, sosial, politik serta budaya secara dinamis juga turut serta dalam mengikuti perkembangan itu. Pada abad ke-21 ini, secara langsung dunia internasional menuntut setiap negara untuk mengembangkan perekonomiannya dalam menghadapi Word Trade Organization (WTO) dan lain-lain, melalui perdagangan bebas dunia.
Pada tahun 2005, menurut data PoliticalEconomic dan Risk Consultancy, Indonesia menempati urutan pertama sebagai negara terkorup di Asia. Jika dilihat dalam kenyataan sehari-hari korupsi hampir terjadi di setiap tingkatan dan aspek kehidupan masyarakat. Mulai dari mengurus Ijin Mendirikan Bangunan, proyek pengadaan di instansi pemerintah sampai proses penegakan hukum.[1]
Tanpa disadari, korupsi muncul dari kebiasaan yang dianggap lumrah dan wajar oleh masyarakat umum. Seperti memberi hadiah kepada pejabat/pegawai negeri atau keluarganya sebagai imbal jasa sebuah pelayanan. Kebiasaan itu dipandang lumrah dilakukan sebagai bagian dari budaya ketimuran. Kebiasaan koruptif ini lama-lama akan menjadi bibit-bibit korupsi yang nyata.
Kebiasaan berperilaku koruptif yang terus berlangsung dikalangan masyarakat salah satunya disebabkan masih sangat kurangnya pemahaman mereka terhadap pengertian korupsi. Selama ini, kosa kata korupsi sudah populer di Indonesia. Hampir semua orang pernah mendengar kata korupsi.
Dari mulai rakyat di pedalaman, mahasiswa, pegawai negeri, orang swasta, aparat penegak hukum sampai pejabat negara. Namun jika ditanyakan kepada mereka apa itu korupsi, jenis perbuatan apa saja yang bisa dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi ? Hampir dipastikan sangat sedikit yang dapat menjawab secara benar tentang bentuk/jenis korupsi sebagaimana dimaksud oleh Undang-Undang.
Pengertian korupsi sebenarnya telah dimuat secara tegas di dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sebagian besar pengertian korupsi di dalam Undang-undang tersebut dirujuk dari Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang lahir sebelum negara ini merdeka. Namun, sampai dengan saat ini pemahaman masyarakat terhadap pengertian korupsi masih sangat kurang.[2]
            Menjadi lebih memahami pengertian korupsi juga bukan sesuatu hal yang lebih mudah. Berdasarkan Undang-undang nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Korupsi, kebiasaan berperilaku koruptif yang selama ini dianggap sebagai hal yang wajar dan lumrah dapat dinyatakan sebagai tindak pidana korupsi. Seperti pemberian gratifikasi (pemberian hadiah) kepada penyelenggara negara dan berhubungan dengan jabatannya, jika tidak dilaporkan ke KPK dapat menjadi salah satu bentuk tindak pidana korupsi.[3]
Ignatius Wibowo, Ph.D dalam bukunya “Negara dan Bandit Demokrasi” Ketika penguasa tunggal dijatuhkan pada Reformasi Mei 1998, orang berharap kejadian korupsi sejenis yang dilakukan Seoharto tak akan lagi terjadi karena rakyat akan mengawasinya.
Ternyata si pengawas sendiri terlibat korupsi. Bagaimana ini bisa terjadi ? Bukankah setelah kita menjalankan reformasi yang ditegakkan atas dua pilar, demokrasi dan pasar bebas, reformasi mestinya berjalan mulus?[4]
Keganjilan ini dapat diterangkan secara sederhana dengan mengikuti karya Mancur Olson, Power and Prosperity (2000). Olson juga bertanya tentang reformasi, tetapi reformasi di Rusia: mengapa setelah rezim represif runtuh, bukan kesejahteraan yang muncul, melainkan kelompok jaharu? The lifting of the iron curtain revealed something else that the developed nations of the West, whether they had been winners or losers in World War II, did not expect to see: an extraordinary amount of offical corruption and Mafia-styles crime? Sama seperti kita di Indonesia, reformasi di Rusia juga dijalankan dengan memakai program demokratisasi dan pasar bebas.[5]
Berangkat dari itu, bahwa negara Rusia dan Indonesia memakai program demokratisasi dan pasar bebas. Keberadaan Perusahaan-perusahaan terbesar di Indonesia memiliki kekuatan yang begitu besar untuk ikut terlibat dalam demokrasitisasi bahkan pasar bebas yang sebagian besar dikuasai oleh mereka.
Dengan adanya program pasar bebas atau sering dikenal dengan istilah Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas tersebut, memungkinkan para Pejabat negara seperti Deputi Teknis Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS) berperan selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan pimpinan dari berbagai perusahaan memiliki kesempatan untuk melakukan tindak pidana korupsi dengan cara melawan hukum yaitu merugikan keuangan negara.
Untuk menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk korupsi adalah, bahwa Melawan Hukum Untuk Memperkaya Diri Sendiri dan Dapat Merugikan Keuangan Negara Adalah Korupsi.[6]
Hal itu tidak terkecuali untuk PT. Nindya Karya sebagai perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi dan property ini yang di pimpin oleh Heru Sulaksono sebagai Direktur Utama perusahaan tersebut, telah merugikan keuangan negara sebagai perusahaan penggarap proyek tanpa pelelangan tahun 2006.
Sementara itu, seperti yang dikemukakan oleh Bastianon, S.H., M.H, dalam bukunya “Pengantar Hukum Dagang”, bahwa dunia perdagangan merupakan suatu kegiatan yang dinamis. Hal ini ditandai oleh banyaknya perkembangan jenis kegiatan bisnis yang membutuhkan perkembangan peraturan yang mengatur tentang kegiatan perdagangan. Perkembangan kegiatan perdagangan akan semakin terbuka sehubungan dengan hubungan antar negara yang ditunjang dengan kemajuan instrumen teknologi informasi serta transprotasi dalam era globalisasi.[7]
Nah, untuk mengetahui bentuk/jenis perbuatan yang bisa dikategorikan sebagai korupsi adalah upaya dini untuk mencegah agar seseorang tidak melakukan korupsi.[8] Undang-Undang mengatur, bahwa “Setiap Orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun  dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).[9]
Jadi, makalah ini membutuhkan pembaharuan sesuai dengan perkembangan zaman yang relatif cepat.


1.2     Tujuan Penulisan
          Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui dan memahami kasus tindak pidana korupsi serta cara penyelesaiannya dan bagaimana cara menganalisisnya sekaligus untuk melengkapi tugas mata kuliah Hukum Dagang Semester III Fakultas Hukum Universitas Pamulang.

1.3     Identifikasi Masalah
1. Apakah hubungan Komisi Pemberantasan Korupsi dengan  Deputi Teknis Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS) berperan selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Direktur Utama PT. Nindya Karya ?
2. Apa yang dimaksud dengan Bandit Demokrasi ?
3. Apa yang di maksud dengan Korupsi ?


BAB II

HAK DAN KEWAJIBAN DIREKSI
           
Sebelum kita membahas lebih jauh tentang Hak dan Kewajiban seorang Direksi Perseroan Terbatas (PT), perlu kita ketahui apa saja organ Perseroan Terbatas (PT) adalah sebagai berikut:
1.1            Direksi
Direksi adalah Organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan, untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.[10]
Selain direksi ada pula Dewan Pengawas dan Pengurusan. Yang dimaksud dengan, Dewan Pengawas adalah organ Perusahaan yang bertugas melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada Direksi dalam menjalankan kegiatan kepengurusan Perusahaan.[11] Sedangkan yang dimaksud dengan, Pengurusan adalah kegiatan yang dilakukan oleh Direksi dalam upaya mencapai maksud dan tujuan perusahaan.[12]
Perseroan harus mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, dan/atau kesusilaan.[13]
Dalam hal menjalankan sebuah Perseroan, dipandang perlu  adanya pedoman   (Guidance) bagi seorang Direksi tersebut. Direksi menjalankan pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.[14]
Karena kepentingan maksud dan tujuan umumnya bersifat abstrak dan sering kali dinamis, maka Direksi dilengkapi dengan otoritas guna bertindak secara tepat dalam batas kewenangan yang ditentukan dalam UU PT dan/atau Anggaran Dasar Perseroan Terbatas.[15] Otoritas guna bertindak secara tepat yang di miliki Direksi tersebut adalah sebagai berikut :
a.       Profesionalisme
Bertindak secara tepat mengandung maksud adanya pemberian kewenangan yang luas (bahkan sangat luas), tetapi kepadanya tetap dituntut sifat profesionalisme sebagai seorang yang mempunyai keahlian mengelola perusahaan, serta sekaligus memikul tanggung jawab profesi (profesionalliability).[16]
b.      Bussines Judgment Doctrine
Dengan sifat demikian, maka seorang Direksi jika sudah bertindak secara profesional, maka tidak sepatutnya memikul resiko dari perbuatan hukum yang diilakukannya secara pribadi walaupun akibat dari perbuatan hukum tersebut merugikan Perseroan. Ajaran ini sesuai dengan Bussines Judgment Doctrine, yang sudah lama dianuut oleh negara-negara yang masuk dalam rumpun Common Law System.[17]
1.2     Dewan Komisaris
          Dewan komisaris adalah Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau sesuai dengan anggaran dasar serta memberikan nasehat kepada Direksi.[18]
            Dewan komisaris melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai perseroan maupun  usaha perseroan, dan memberi nasehat kepada Direksi. Pengawasan dan pemberian nasehat dilakukan untuk kepentingan perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan. Jadi, bukan unutk kepentingan pihak atau golongan tertentu.[19]
1.3     RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham)
          Memiliki wewenang yang tidak diberikan kepada Direksii dan Dewan Komisaris, dalam batas yang ditentukan oleh Undang-Undang ini. Dalam forum RUPS, pemegang saham berhak memperoleh keterangan yang berkaitan dengan Perseroan dari Direksi dan/atau Dewan Komisaris, sepanjang berhubungan dengan mata acara rapat dan tidak bertentangan dengan kepentingan Perseroan. RUPS dalam mata acara lain-lain tidak berhak mengambil keputusan, kecuali pemegang saham hadir dan/atau diwakili dalam RUPS dan menyetujui penambahan mata acara rapat.[20] Kalau dalam RUPS hadir dan/atau diwakili semua pemegang saham dan semua pemegang saham menyetujui diadakannya RUPS dengan agenda tertentu, maka RUPS bisa diadakan.[21]
            RUPS terdiri dari RUPS Tahunan dan RUPS lainnya. RUPS Tahunan wajib diadakan dalam jangka waktu paling lambat 6 bulan sesudah tahun buku berakhir dimana harus diajukan semua dokumen dari laporan tahunan Perseroan. RUPS lainnya bisa diadakan setiap waktu berdasarkan kebutuhan untuk kepentingan Perseroan.[22]

1.4     Hak dan Kewajiban Direksi adalah :[23]
Dalam hubungannya dengan tugas pokok Direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, maka :
1.                  Direksi berhak untuk :
a.    menetapkan kebijakan dalam memimpin pengurusan Perusahaan;
b.    mengatur ketentuan tentang ketenagakerjaan Perusahaan termasuk pengangkatan, penetapan gaji, pensiun atau jaminan hari tua dan penghasilan lain bagi para karyawan Perusahaan berdasarkan peraturan perundang-undangan dan keputusan  Menteri;
c.    mengangkat dan memberhentikan karyawan Perusahaan berdasarkan peraturan ketenagakerjaan Perusahaan dan peraturan perundang-undangan;
d.   mengatur penyerahan kekuasaan Direksi untuk mewakili Perusahaan di dalam dan di luar pengadilan kepada seorang atau beberapa orang anggota Direksi yang khusus ditunjuk untuk itu atau kepada seorang atau beberapa orang karyawan Perusahaan baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama atau kepada orang lain;
e.    menjalankan tindakan-tindakan lainnya, baik mengenai pengurusan maupun mengenai pemilikan kekayaan Perusahaan, sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini dan yang ditetapkan oleh Menteri berdasarkan peraturan perundang-undangan; dan
f.     mengangkat seorang Sekretaris Perusahaan.
2.                  Direksi berkewajiban :
  • mengusahakan dan menjamin terlaksananya usaha dan kegiatan Perusahaan sesuai dengan maksud dan tujuan serta kegiatan usahanya;
  • menyiapkan pada waktunya Rencana Jangka Panjang Perusahaan, Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan, termasuk rencana-rencana lainnya yang berhubungan dengan pelaksanaan usaha dan kegiatan Perusahaan serta menyampaikannya kepada Dewan Pengawas dan Menteri untuk mendapatkan pengesahan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
  • memelihara risalah rapat serta menyelenggarakan pembukuan Perusahaan sesuai dengan kelaziman yang berlaku bagi suatu perusahaan;
  • menyusun sistem akuntansi sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan dan berdasarkan prinsip-prinsip pengendalian intern, terutama fungsi pengurusan, pencatatan, penyimpanan dan pengawasan;
  • memberikan pertanggungjawaban dan segala keterangan tentang keadaan dan jalannya Perusahaan berupa laporan tahunan termasuk perhitungan tahunan dan laporan manajemen kepada  Menteri;
  • memberikan laporan berkala menurut cara dan waktu sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta laporan lainnya setiap kali diminta oleh  Menteri;
  • menyiapkan susunan organisasi Perusahaan lengkap dengan perinciannya; dan
  • menjalankan kewajiban-kewajiban lainnya sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini dan yang ditetapkan oleh Menteri berdasarkan peraturan perundang-undangan.[24]


Jadi, setiap Direksi Perseroan memiliki hak dan kewajiban sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku yang di buat oleh pemerintah.


BAB III
PEMBAHASAN

   Dalam bab pembahasan ini, kami dari tim penulis akan membahas tentang“Hubungan Komisi Pemberantasan Korupsi dengan  Deputi Teknis Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS) berperan selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK),Ramadhani Ismy,dan Bos PT. Nindya Karya, Heru Sulaksono ?”

Pengertian tender singkatnya merupakan suatu proses pengajuan yang dilakukan oleh kontraktor yang akan dilaksanakan dilapangan sesuai dengan dokumen tender. Proses tender bertujuan menyeleksi dan menetapkan calon kontektor yang akan mengerjakan pekerjaan.[25]
Tender dapat juga disebut sebagai proses awal dari kegiatan konstruksi. Dimana tender merupakan suatu sistem kompetisi untuk mengadakan atau memilih kontraktor yang akan melaksanakan pekerjaan pembengunan, dan memilih konsultan sebagai owner di dalam proyek, dalam mengajukan penawaran tertulis tentang besarnya biaya dan limit waktu yang dibutuhkan.[26]
Tender erat kaitannya dengan pengadaan barang dan jasa yang diselenggarakan pemerintah. Karena dalam peraturan perundang-undangan, proyek bernilai tertentu harus dilakukan tender dan memilih pihak yang mengerjakannya. Kemudian berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 yang direvisi dengan Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 2004 telah mengatur pelaksanaan pengadan barang/jasa tersebut, Pemerintah harus melaksanakan tender secara efektif dan efisien, tentunya harus mengedepankan prinsip-prinsip persaingan sehat, transparan, terbuka, dan perlakuan yang adil bagi semua pihak, sehingga hasilnya dapat dipertanggung jawabkan baik dari segi fisik, keuangan maupun manfaatnya bagi semua pihak.[27]
1.1     Penjelasan Kasus
Perseroan Terbatas (PT) atau PT. Nindya Karya, yang di pimpin oleh Heru Sulaksono selaku Kepala Perwakilan Aceh – Sumatera Utara dan Juga Deputi Teknik Badan Pengusahaan Kawasan Pelabuhan dan Dermaga Bebas Sabang berperan selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Ramadhani Ismy telah melakukan perbuatan melakukan Hukum yakni Korupsi.
Proses lelang dalam proyek pembangunan Dermaga Sabang pada tahun 2004 sampai dengan tahun 2011 ternyata fiktif. Di proyek itu perusahaan yang ditunjuk langsung adalah kerjasama operasi (Joint Operation) PT. Nindya Karya dan PT. Tuah Sejati.[28]
Hal itu sebagaimana terkuak dalam sidang lanjutan terdakwa mantan Kepala Perwakilan Aceh-Sumatera Utara PT. Nindya Karya, Heru Sulaksono, di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarata, Kamis (2/10).[29]
Saksi mantan Deputi Teknik Badan Pengusahaan Kawasan Pelabuhan dan Dermaga Bebas Sabang (BPKS), Ramadhani Ismy yang membeberkannya. Dia bilang, Teuku Syaiful Achmad, selaku kepala BPKS dan Sabang, Zulkarnaen Nyak Abbas, selaku pimpinan proyek Sabang saat proyek itu berlangsung merupakan otak dibalik penunjukan langsung itu.[30]
“ Akhirnya memang yang ditunjuk menang lelang Nindya-Sejati. Padahal lelangnya enggak ada”, ungkap Ismy yang terdakwa di kasus ini.[31] Dia mengakui, aturan tender tersebut memang sengaja dilanggar. Dalihnya, menjalankan perintah atasan. Di kesaksiannya, Ismy juga ngaku diminta oleh Ahmad meneruskan proses lelang pada paket  pengerjaan proyek 2005 sampai 2011 dengan penunjukan langsung. Anehnya, HPS dipakai tetap mengacu pada pengadaan 2004.[32]
Awalnya, kata Ismy, dia di desak Nyak Abbas supaya mempercepat proses lelang proyek Dermaga Sabang. Alasannya, paket pekerjaan mesti dilakukan cukup banyak, yakni perbaikan dermaga terkena dampak Tsunami dan pembenahan fasilitas lain sebagai persiapan supaya Dermaga Sabang menjadi kawasan bebas.[33]
“Pak Nyak Abbas sampaikan ke saya karena paketnya banyak, enggak hanya dermaga saja. Diselesaikan pakai konsultan, termasuk konsultan perencanaan. Saya diperintahkan mempercepat proses karen sudah bulaan enam. Karena takut nanti enggak mencukupi”, terang dia.[34] Ismy dalam posisi tak bisa melawan. Lalu menyiapkan berbagai dokumen lelang proyek. Namun, Ahmad memerintahkan dia supaya proses pelelangan dilaksanakan dengan cara penunjukkan langsung.[35]
Keanehan lainnya yakni, Ismy ternyata tidak pernah membuat Harga Perkiraan Sendiri (HPS), dan malah mengambil HPS diajukan oleh kerjasama operasi (JO) antara PT. Nindya Karya dan PT. Tuah Sejati.[36]
Ismy pada suatu hari pernah didatangi seseorang mengaku dari JO Nindya-Sejati. Pihak JO itu meminta Ismy memberikan jadwal dan persyaratan lelang. Anehnya, Ismy justru diperintah oleh Nyak Abbas untuk memberikan semua yang diminta oleh Perwakilan Nindya-Sejati itu.[37]
            . Untuk kepentingan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi dalam pelaksanaan proyek pembangunan dermaga bongkar pada Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang itu, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan upaya hokum penahanan terhadap tersangka RI (PPK pada BPKS). Penahanan dilakukan untuk 20 hari kedepan terhitung mulai hari ini di Rumah Tahanan Negara Klas I Salemba, Jakarta Pusat.[38]
            Sebelumnya, pada 20 Agustus 2013 KPK menetapkan RI sebagai tersangka. RI selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Satuan Kerja Pengembangan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang pada BPKS, diduga telah melakukan perbuatan melawan hokum dan menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi terkait pembangunan dermaga bongkar di Sabang. Akibatnya, Negara di duga mengalami kerugian sekurangnya 249 miliar rupiah.[39]
            Selanjutnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan di PT Nindya Karya (NK) terkait kasus dugaan korupsi dalam pelaksanaan proyek pembangunan dermaga Sabang yang dibiayai APBN Tahun Anggaran 2006–2010. "Benar ada penggeledahan kasus Sabang di Jalan MT Haryono Kav 22," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK, Priharsa Nugraha, Selasa (27/8).[40]
            Penggeledahan dilakukan untuk menelusuri segala sesuatu yang berkaitan dengan jejak-jejak para tersangka. Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan dua tersangka, yakni Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS) selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek dermaga Sabang, Ramadhani Ismy (RI), dan Kepala PT NK Cabang Sumatra Utara danNanggroe Aceh Darussalam selaku kuasa Nindya Sejati Joint Operation, Heru Sulaksono (HS).[41]
Modus yang disangkakan kepada kedua tersangka adalah penggelembungan anggaran atau mark up yang mengakibatkan kerugian Negara diduga sebesar 249 miliar rupiah.[42]
Pada Selasa (20/8), KPK juga telah melakukan pencegahan keluar negeri terhadap dua orang tersangka dan dua orang saksi, yakni Teuku Syaiful (mantan Kepala BPKS), dan Muhammad Taufik (swasta).[43]
Atas perbuatannya, RI dan HS disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Adapun hukuman maksimal dari pasal-pasal tersebut adalah 20 tahun penjara dan denda 1 miliar rupiah.[44]

1.1.1        Vonis Hukuman Terhadap Bos Nindya-Sejati JO

General Manager Divisi Konstruksi dan Properti PT. Nindya Karya Cabang Sumatera Utara dan Nangroe Aceh Darussalam, Heru Sulaksono, divonis sembilan tahun penjara dan denda sebesar Rp. 500 Juta subsider empat bulan kurungan. Heru dianggap terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang terkait pembangunan dermaga pada kawasan pelabuhan dan perdagangan bebas Sabang dalam kurun waktu 2006-2011.[45]
“Mengadili, menyatakan terdakwa Heru Sulaksono terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan secara bersama-sama tindak pidana korupsi dan tindak pencucian uang,” ujar Hakim Ketua Casmaya di Pengadilan Tipikor, Jakarta, senin, (22/12/2014).[46]
Putusan majelis hakim lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum menuntutnya dengan hukuman penjara 10 tahun dan denda sebesar Rp. 600 Juta subsider subsider 6 bulan kurungan. Heru juga diminta membayar uang pengganti sebesar  Rp. 12,6 Miliar dalam kurun waktu sebulan. Jika tidak dibayarkan dalam kurun waktu yang di tentukan, maka harta benda Heru akan dilelang untuk menggantinya.[47]
“Apabila harta tidak cukup, dipidana selama dua tahun penjara,” kata Hakim.[48] Menurut hakim, hal yang memberatkan Heru adalah ia dianggap tidak mendukung pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi. Sementara, hal yang meringankan, ia dianggap berlaku sopan selama persidangan, mengakui perbuatannya, memiliki tanggungan keluarga, dan belum pernah dihukum.[49]
Dalam putusan yang dibacakan hakim, tindak pidana korupsi yang dilakukan Heru dilakukan bersama Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Sabang, Syaiful Achmad; Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Satuan Kerja (Satker) Pengembangan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Sabang, Ramadhani Ismy; Kepala Proyek (Project Manager) Pembangunan dermaga Sabang, Sabir Said; Direktur PT. Tuah Sejati, Taufik Reza; Kuasa Pengguna Anggaran tahun 2004, Zubir Sahim; Kuasa Pengguna Anggaran Februari-Juli 2010, Nasruddin Daud; Kuasa Pengguna Anggaran 2011, Ruslan Abdul Gani; tenaga lepas BPKS, Ananta Sofwan; pimpinan proyek tahun 2004, Zulkarnaen Nyak Abbas; mantan Direktur PT. Budi Perkasa, Alam Zaldi Noor; Komisaris Utama PT. Budi Perkasa, Alam Pratomo Santosanengtyas; mantan Dirut PT. Swarna Baja Pacific, dan Direktur CV. SAA Inti Karya Teknik Askaris Chloe. Dalam pengerjaan proyek Pembangunan Dermaga Bongkar Sabang tersebut, Heru menjalin kerjasama dalam Joint Operation (JO) antara PT. Nindya Cabang Sumatera Utara dan Aceh dengan perusahaan lokal yaitu PT. Tuah Sejati.[50]
Demi memenuhi persyaratan formal pengadaan barang dan jasa, selaku kepala BPKS, Zubir meminta Zulkarnaen selaku pimpinan proyek mempersiapkan administrasi proses peleangan pekerjaan konstruksi tersebut.[51]
Heru juga dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang dengan mengalihkan uang yang diperolehnya dari hasil korupsi dengan membeli sejumlah barang dan mentransfer uang kesejumlah rekening.[52]
Menurut hakim, nilai uang yang digunakan Heru dalam tindak pidana pencucian uang sebesar Rp. 21,46 Miliar. Heru dianggap melanggar sebagaimana dakwaan pertama primer yaitu pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. Selain itu, Heru pun dijerat dengan pasal 3 ayat (1) huruf b, c, dan d Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP sebagaimana dalam dakwaan ketiga. Pidana Pencucian Uang Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP sebagaimana dalam dakwaan ketiga.[53]

1.1.   Vonis Hukuman Terhadap Mantan Deputi Teknik Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS), berperan selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)

            Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi menjatuhkan vonis enam tahun penjara dan denda sebesar Rp. 200 Juta subsider tiga bulan terhadap mantan Deputi Teknis Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS), Ramadhani Ismy. Ia dianggap terbukti melakukan tindak pidana korupsi terkait dengan pembangunan dermaga pada kawasan pelabuhan dan perdagangan bebas Sabang dalam kurun waktu 2006-2011.[54]
“Terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama sebagaimana dakwaan primer,” ujar Hakim Syaiful Arif di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (22/12/2014).[55]
Putusan 6 tahun penjara lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum. Sebelumnya, Ismy dituntut hukuman 7 tahun 6 bulan penjara dan denda sebesar Rp. 200 Juta subsider 6 bulan kurungan.[56]
Hakim juga mewajibkan Ismy membayar ganti rugi sebesar Rp. 3,2 Miliar dalam kurun waktu satu bulan. Jika tidak dibayarkan dalam kurun waktu yang ditentukan, kata Jaksa, maka harta benda Ismy akan dilelang untuk menggantinya.[57]
“Apabila harta tidak cukup, dipidana selama dua tahun penjara,” kata Hakim.[58] Adapun, hal yang memberatkan menurut hakim yaitu Ismy dianggap tidak mendukung program pemerintah dala upaya pemberantasan korupsi. Sementara, hal yang meringankan yaitu Ismy dianggap berlaku sopan selama persidangan, mengakui perbuatannya, dan belum pernah di hukum. Setelah putusan dibacakan, Ismy langsung menyatakan tidak akan mengajukan banding. Ia menerima putusan yang dijatuhkan hakim.[59]
Sementara, Jaksa penuntut umum masih meminta waktu untuk mempertimbangkan apakah akan mengajukan banding atau tidak. Ismy dianggap terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.[60]
Menurut Hakim, perbuatan korupsi oleh Ismy dilakukan bersam-sama dengan sejumlah orang, diantaranya mantan kepala BPKS, Teuku Syaiful Ahmad dan kepala PT. Nindya Karya Cabang Sumatera Utara dan Nangroe Aceh Darussalam, Heru Sulaksono. Sebelum pelaksanaan lelang proyek, sudah ada kesepakatan denga pihak PT. Nindya Karya agar perusahaan tersebut menjadi pelaksana proyek pembangunan Dermaga Sabang.[61]
Dalam proyek pembangunan Dermaga Bongkar Sabang tahun 2006, Ismy sebagai Pejabat Pembuat Komitmen membuat telaahan staf yang menyatakan pelelangan dapat dilakukan dengan cara penunjukan langsung. Ia beralasan pekerjaan tahun 2006 merupakan suatu kesatuan konstruksi bangunan dengan pekerjaan tahun 2004. Untuk itu, Heru selaku Kepala PT. Nindya Karya cabang Sumatera Utara dan Nangroe Aceh darussalam, melakukan kerjasama operasional (Joint Operation) antara PT. Nindya Karya Cabang Sumatera Utara dan Nangroe Aceh Darussalam dan perusahaan lokal, yakni PT. Tuah Sejati yang kemudian dinamakan Nindya Sejati JO.[62]
Pada pelaksanaannya, PT. Nindya Karya tidak melakukan pekerjaan sesuai dengan kontrak perjanjian. Hakim menyatakan, ada mark up atau penggelembungan nilai kontrak dengan Nindya Karya. Dengan demikian, terdapat selisih antara uang yang dibayarkan BPKS kepada PT. Nindya Karya dengan biaya yang dikeluarkan untuk pengerjaan proyek.[63]
Pada tahun 2005, pengerjaan proyek pembangunan dermaga ini sempat dihentikan karena bencana Tsunami yang melanda Aceh pada tahun 2004. Pada tahun 2006, BPKS melakukan Review Master Plan dan Business Planperdagangan bebas dan pelabuhan bebas Sabang lalu diputuskan untuk melanjutkan kembali pembangunan dermaga bongkar Sabang pada tahun berikutnya.[64]
BPKS melanjutkan pembangunan dermaga dengan skala yang lebih besar menjadi Dermaga Pelabuhan Internasional pada tahun anggaran 2007. Pembangunan dilakukan hingga tahun 2011 dan selama itu terjadi kongkalingkong  pihak BPKS dengan PT. Nindya Karya.[65]


BAB IV

ANALISIS KASUS

1.1             Analisis Yuridis Kasus Bos PT. Nindya Karya, Heru Sulaksono dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Ramadhani Ismy, Dengan UU No. 31 Tahun 1999 Jo UU No. 20 Tahun 2001, KUHP dan UU No. 8 Tahun 2010

Analisis ini berdasarkan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Heru, yakni melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. Selain itu, Heru pun dijerat dengan pasal 3 ayat (1) huruf b, c, dan d Undang-UndangNomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP sebagaimana dalam dakwaan ketiga. Pidana Pencucian Uang Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP sebagaimana dalam dakwaan ketiga.[66]
Sesuai dengan putusan yang ditetapkan (incraach) di Pengadilan Tipikor, Jakarta (22/12/2014), yakni divonis Sembilan tahun penjara dan denda Rp. 500 Juta subsider enam bulan kurungan,[67] berikut ini kami dari tim penulis akan menganalisis pasal demi pasal sebagaimana putusan yang dijatuhkan oleh hakim terhadap terdakwa :
1.                  Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 UU Tipikor, berbunyi :
Pasal 2 ayat (1)[68] :
(1)   Setiap Orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatui korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 18 UU Tipikor [69]:
(1)   Selain pidana tambahan dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sebagai pidana tambahan adalah :
       a.  Perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud barang tidak bergerak yang digunakan untuk yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, termasuk perusahaan milik terpidana di mana tindak pidana korupsi dilakukan, begitu pun harga dari barang yang menggantikan barang tersebut;
       b.  Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi;
       c.  Penutupan usaha atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama 1 (satu) tahun;
       d.  Pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan atau sebagian keuntungan tertentu, yang telah atau dapat diberikan oleh Pemerintah kepada terpidana;
(2)   Jika terpidana tidak membayar uang pengganti sebagaimana imaksud dalam ayat (1) huruf b paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
(3)   Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 (satu) huruf b, maka dipidana dengan pidana penjara yang lamanya tidak melebihi ancaman maksimum dari pidana pokoknya sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini dan karenanya pidana tersebut sudah ditentukan dalam putusan pengadilan.

2.         Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP, berbunyi :
Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP :
(1)   Dipidana sebagai pembuat delik[70]:
1.      mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan;
Pasal 65 ayat (1) KUHP :
(1)   Dalam hal gabungan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, yang diancam pidana pokok yang sejenis, maka dijatuhkan hanya satu pidana.[71]
3.         Pasal 3 UU No. 8 Tahun 2010 tentang TPPU, berbunyi :
            Setiap Orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa keluar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).[72]

  

BAB  V

PENUTUP

1.1       Kesimpulan

          Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah meluas dalam masyarakat. Perkembangannya terus meningkat dari tahun ke tahun, baik dari jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi kualitas tindak pidana yang dilakukan semakin sistematis serta lingkupnya yang memasuki seluruh aspek kehidupan masyarakat.
Meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak terkendali akan membawa bencana tidak saja terhadap kehidupan perekonomian nasional tetapi juga pada kehidupan berbangsa dan bernegara pada umumnya. Tindak pidana korupsi yang meluas dan sistematis juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak-hak ekonomi masyarakat, dan karena itu semua maka tindak pidana korupsi tidak lagi dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa melainkan telah menjadi suatu kejahatan luar biasa. Begitu pun dalam upaya pemberantasannya tidak lagi dapat dilakukan secara biasa, tetapi dituntut cara-cara yang luar biasa.
Penegakan hukum untuk memberantas tindak pidana korupsi yang dilakukan secara konvensional selama ini terbukti mengalami berbagai hambatan. Untuk itu diperlukan metode penegakan hukum secara luar biasa melalui pembentukan suatu badan khusus yang mempunyai kewenangan luas, independen serta bebas dari kekuasaan manapun dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi, yang pelaksanaannya dilakukan secara optimal, intensif, efektif, profesional serta berkesinambungan.
Dalam rangka mewujudkan supremasi hukum, Pemerintah Indonesia telah meletakkan landasan kebijakan yang kuat dalam usaha memerangi tindak pidana korupsi salah satunya UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 dan UU No. 8 Tahun 2010.

B.        Saran

            Segala perkara dan permasalahan itu harus di percayakan epenuhnya kepada proses hukum. Setiap orang yang melakukan kesalahan seharusnya sadar akan kesalahannya, jangan rakus dengan jabatan, jangan juga rakus dengan uang.
Pikirkan rakyat miskin, berikan hak-hak mereka, masih banyak warga Negara yang masih belum mendapatkan makanan dan minuman selayaknya.
            Dengan adanya tugas mata kuliah seperti ini, besar harapan kami dari tim penulis semoga dapat membangun kecerdasan dan pola piker kita bersama terutama dalam penegakan hukum di Indonesia.
            Beri dukungan buat mereka yang menegakkan keadilan demi masa depan generasi bangsa, sebab hokum adalah pedang untuk memberantas mereka tikus-tikus yang masih berjalan dalam kegelapan.



DaftarPustaka

Komisi Pemberantasan Korupsi, Memahami Untuk Membasmi (Buku Saku Untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi), (Jakarta: Penyusun KPK, 2006).

Ignatius Wibowo, Negara dan Bandit Demokrasi, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, Februari, 2011).

Bastianon, S.H., M.H, Pengantar Hukum Dagang, Fakultas Hukum Universitas Pamulang, (Pamulang: FH UNPAM Press, 20 Mei 2014).

Undang -Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perusahaan Umum.


Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak  Pidana Korupsi.


DR. Andi Hamzah, S.H., KUHP & KUHAP, (Jakarta : PT RINEKA CIPTA, 2006).

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.


[1]Komisi Pemberantasan Korupsi, Memahami Untuk Membasmi (Buku Saku Untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi),(Jakarta: Penyusun KPK, 2006), hal. 1
[2]Ibid.
[3]Ibid.
[4]Ignatius Wibowo, Negara dan Bandit Demokrasi, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, Februari, 2011), hlm. 77
[5]Lihat I. Wibowo, hlm. 78, Ibid.
[6]Komisi Pemberantasan Korupsi, Memahami Untuk Membasmi (Buku Saku Untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi), (Jakarta: Penyusun KPK, 2006), hlm. 25
[7]Bastianon, S.H., M.H, Pengantar Hukum Dagang, Fakultas Hukum Universitas Pamulang, (Pamulang: FH UNPAM Press, 20 Mei 2014), hlm.1.
[8]Komisi Pemberantasan Korupsi, Memahami Untuk Membasmi, (Buku Saku Untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi), (Jakarta: Penyusun KPK, 2006), hlm. 2.
[9]Pasal 2 ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001, tentang Tindak  Pidana Korupsi.
[10]Undang -Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
[11]  Pasal 1 angka 5, Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perusahaan Umum.
[12]  Pasal 1 angka 6, Peraturan Pemerintah Nomor  40 Tahun 2007 tentang Perusahaan Umum.
[13]  Pasal 2, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
[14]  Pasal 92 ayat (1), Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
[15]  Lihat Bastianon, S.H., M.H., Ibid, hlm. 76.
[16]  Ibid.
[17]  Ibid.
[18]  Ibid.
[19]  Ibid.
[20]  Ibid.
[21]  Ibid.
[22]  Ibid.
[23]Paragraf 3, Pasal 32, Peraturan Pemerintah  Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perusahaan Umum.
[24]  Paragraf 3, Pasal 32 ayat (1) – ayat (2), Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perusahaan Umum
[25]http://www.rmol.co/read/2014/10/02/174376/Terungkap,-Nindya-Karya-Tangani-Proyek-Sabang-Lewat-Lelang-Fiktif.
[26]  Ibid.
[27]  Ibid.
[28]  Ibid.
[29]  Ibid.
[30]  Ibid.
[31]  Ibid.
[32]  Ibid.
[33]  Ibid.
[34]  Ibid.
[35]  Ibid.
[36]  Ibid.
[37]  Ibid.
[39] Ibid.
[41]Ibid.
[42]Ibid.
[43]  Ibid.
[44]  Ibid.
[46]  Ibid.
[47]  Ibid.
[48]  Ibid.
[49]  Ibid.
[50]  Ibid.
[51]  Ibid.
[52]  Ibid.
[53]  Ibid.
[55]  Ibid.
[56]  Ibid.
[57]  Ibid.
[58]  Ibid.
[59]  Ibid.
[60]  Ibid.
[61]  Ibid.
[62]  Ibid.
[63]  Ibid.
[64]  Ibid.
[65]  Ibid.
[67]  Ibid.
[68] Pasal 2 ayat (1), Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
[69] Pasal 18, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantsan Tindak Pidana Korupsi.
[70]  DR. Andi Hamzah, S.H., KUHP & KUHAP, Pasal 55 ayat (1) KUHP, (Jakarta : PT RINEKA CIPTA, 2006), hlm. 26.
[71] DR. Andi Hamzah, S.H., KUHP & KUHAP, Pasal 65 ayat (1) KUHP, (Jakarta : PT RINEKA CIPTA, 2006), hlm. 30.
[72]Pasal 3, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegehan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KRIMINOLOGI

PENGANTAR Kriminologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kejahatan dan penjahat ( crime and criminal ), serta tidak terlepas dari  studi tentang bagaimana reaksi masyarakat terhadap keduanya. [1] Walaupun hingga saat ini ruang lingkup dan batasan kriminologi masih menuai perbedaan pendapat di antara para ahli. Berawal dari teori Plautus dan Thomas Hobbes yang mengatakan bahwa manusia adalah serigala bagi sesama manusia ( homo homini lupus ), maka perlu dibuat serangkaian norma untuk mengatur perilaku manusia dalam bermasyarakat, hal ini dimaksudkan sebagai upaya proteksi dari serangan manusia lainnya, agar manusia dapat hidup dan memenuhi kebutuhan hidupnya secara berdampingan tanpa harus selalu saling menyakiti. Dalam hal ini, jelas bahwa tujuan dari dibentuknya norma adalah untuk ditaati. Di sisi lain, untuk menjamin dan mendukung tegaknya norma dalam masyarakat diperlukan sanksi agar manusia dapat menekan kehendak bebasnya ketika berbuat sesuatu dengan me...

Urgensi Pancasila Sebagai Ideologi Negara Kesatuan Republik Indonesia

Pancasila dan NKRI Urgensi Pancasila Sebagai Ideologi Negara Kesatuan Republik Indonesia [1] Oleh:   Mareti Waruwu [2] A.      Pendahuluan Pancasila mesti diterima dengan akal sehat sebagai warisan berharga bagi seluruh rakyat Indonesia. Pancasila memiliki dimensi multi fungsi, sebagai sumber ideologi, sebagai pemersatu, sebagai rujukan hukum, dasar negara, dan lain sebagainya. Suatu keberuntungan sejarah, sebab negeri ini dikaruniai kesadaran bersama akan warisan ideologi dalam menjaga, dan mempertahankan kebersamaan sebagai sebuah bangsa berdaulat. Merajut gagasan dalam mengkonstruksikan sebuah realitas kebhinne-kaan di bumi Indonesia merupakan sebuah mahakarya. Sebab kristalisasi beragam nilai, norma dan kepercayaan, melalui sebuah intellectual exersices yang lama, mendalam dan relevan oleh Soekarno dan para pemikir bangsa, maka lahirlah Pancasila, yang didalamnya terhimpun segala unsur, baik yang bersifat transendental [3] , imanensi...

HUKUMAN BERSYARAT

Law and Justice Teori Hukuman Bersyarat Atau Hukuman Dengan Perjanjian ( Voorwaardelijke veroordeling ) Hukuman bersyarat ( voorwaardelijke veroordeling ) atau biasa disebut juga hukuman dengan perjanjian, dapat dijelaskan dalam dua fase sebagai berikut: Fase Pertama,     Terpidana dinyatakan bersalah lalu ditetapkan suatu masa percobaan .                       Pada prinsipnya orang tersebut telah dipidana, akan tetapi hukuman itu tidak usah dijalankan terlebih dahulu, maksudnya adalah untuk memberikan kesempatan kepada terpidana supaya dalam masa percobaan itu ia memperbaiki kelakuaannya dan tidak berbuat suatu peristiwa pidana lagi atau melanggar perjanjian yang diadakan oleh hakim kepadanya dengan harapan jika berhasil, maka hukuman yang telah dijatuhkan kepadanya tidak akan dijalankan untuk selama-lamanya. Fase Kedua,       Hukuman...